SPEDESIA-LUWU UTARA– Tim Program Pengabdian Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa (PM–BEM) Universitas Muslim Indonesia (UMI) meluncurkan program “Revitalisasi Agroindustri Sagu Luwu Utara melalui Inovasi Produk dan Digitalisasi e-SagooCraft untuk Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kelompok Tani dan KeDas Waelawi.” Program ini memperoleh dukungan pendanaan Hibah DPPM dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Kegiatan berpusat di Desa Waelawi, Kecamatan Malangke Barat, sebuah wilayah pesisir yang mayoritas warganya menggantungkan hidup pada sagu dan berada di kawasan rawan banjir akibat kedekatannya dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Rongkong. Selama ini, pengolahan sagu masih bersifat tradisional sehingga nilai tambah produk relatif rendah.Tim Pelaksana dan Mitra Program
Program ini dilaksanakan oleh tim dosen UMI yang terdiri atas Dewi Widyawati, S.Kom., M.Kom. (ketua), Mardiyyah Hasnawi, S.Kom., M.Kom., Ir. St. Hajrah Mansyur, S.Kom., M.Cs., dan Prof. Dr. Yusriani, SKM., M.Kes., serta didukung 20 mahasiswa dari berbagai program studi.
Dua kelompok menjadi mitra utama:
1. Kelompok Tani Sagu Waelawi, beranggotakan 20 petani dengan lahan sekitar 12 hektar, yang selama ini hanya menjual tepung sagu mentah secara manual dengan produksi 50–80 kg per minggu.
2. Kelompok Dasawisma (KeDas) Waelawi, beranggotakan 20 ibu rumah tangga yang sebelumnya belum memiliki kegiatan ekonomi terstruktur dan belum terlibat dalam pengolahan maupun pemasaran produk sagu.Respons Pemerintah Desa
Kepala Desa Waelawi, Ir. Tasran, menyatakan program ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang selama beberapa tahun terakhir diusulkan dalam Musrenbang desa.
“Penguatan ekonomi warga sangat penting, terlebih Waelawi merupakan daerah rawan banjir. Dengan inovasi produk dan pemasaran digital, warga tidak lagi bergantung pada penjualan tepung mentah,” ujarnya. Pemerintah desa, lanjutnya, berkomitmen memberikan dukungan fasilitas, regulasi, serta akses ke BUMDes dan dinas terkait.Peningkatan Produksi dan Diversifikasi Olahan
Tim PM–BEM UMI memperkenalkan alat bantu semi-modern seperti parut motorik, pengering tray/solar dome, dan mesin press. Langkah ini bertujuan meningkatkan kapasitas, efisiensi, dan higienitas produksi. Petani juga dilatih menerapkan SOP sanitasi pangan.
Diversifikasi produk menjadi fokus utama pelatihan, meliputi dange sagu, beras analog sagu, gula cair sagu, dan mie sagu. Produk dikemas dengan kemasan modern seperti standing pouch, botol plastik, dan vacuum sealer.Ketua Kelompok Tani, Muh. Ridwan, mengakui adanya perubahan signifikan.
“Dulu kami hanya menjual tepung mentah dan semua dikerjakan manual. Sekarang kami belajar menggunakan alat, menerapkan SOP, dan membuat produk baru yang lebih bernilai,” katanya.
KeDas Waelawi Naik Kelas Jadi Pelaku Ekonomi Kreatif
Ibu-ibu Dasawisma Waelawi mendapatkan pelatihan pengolahan produk, sanitasi pangan, pengelolaan usaha, pencatatan keuangan, literasi digital, hingga pemasaran online. Mereka juga memanfaatkan alat produksi yang diserahkan tim PM–BEM UMI.
Ketua KeDas Waelawi, Nurjannah, mengungkapkan perubahan besar yang dirasakan kelompoknya.“Tadinya kegiatan kami hanya sebatas rutinitas Dasawisma. Setelah pelatihan, kami belajar mengolah, mengemas, hingga mempromosikan produk secara online. Ternyata kami juga bisa berjualan,” ujarnya.e-SagooCraft: Etalase Digital Produk Sagu
Program ini memperkenalkan aplikasi Android e-SagooCraft, platform e-commerce lokal yang telah memperoleh HAKI. Aplikasi tersebut memungkinkan mitra mengunggah produk, mengelola stok, menerima pesanan, berdialog dengan pembeli, hingga memantau statistik penjualan.
Ketua Tim, Dewi Widyawati, menjelaskan bahwa aplikasi tersebut dibuat sederhana dan mudah dipelajari oleh pengguna pemula.
“Target kami, baik petani maupun ibu-ibu KeDas dapat mandiri mengelola toko digital mereka,” ujarnya.Skema Pendampingan Tiga Bulan
Program berlangsung selama tiga bulan, September–November 2025, meliputi sosialisasi, pelatihan, instalasi teknologi, aktivasi e-SagooCraft, pendampingan intensif, serta penyusunan roadmap keberlanjutan. Sebanyak 20 mahasiswa UMI terlibat dalam pendampingan teknis, mulai dari manajemen usaha hingga edukasi sanitasi dan kesehatan keluarga.Selaras dengan SDGs
Program ini mendukung beberapa tujuan SDGs, di antaranya: SDG 1 (Tanpa Kemiskinan) melalui peningkatan pendapatan petani dan ibu rumah tangga.
SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) melalui penguatan rantai nilai agroindustri sagu.
SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim) melalui penguatan ekonomi masyarakat pesisir yang rawan banjir.
Kepala Desa Waelawi berharap program ini dapat menjadi model pengembangan desa sagu di wilayah lain.
“Kami ingin Waelawi menjadi contoh kolaborasi antara teknologi, kampus, dan masyarakat,” ujarnya.
Dengan sinergi antara PM–BEM UMI, pemerintah desa, kelompok tani, dan KeDas Waelawi, desa ini mulai bergerak menuju agroindustri sagu modern yang higienis dan terhubung dengan pasar digital. (rls)





