SPEDISIA-MAKASSAR-Koordinator Wilayah VIII Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI),Vicky menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak tepat, sebab setiap sekolah,terutama sekolah swasta—memiliki aturan, identitas, dan nilai lembaga yang wajib dihormati oleh siapa pun yang memilih bersekolah di dalamnya. “Aturan sekolah swasta dibuat berdasarkan visi pendidikan yang sudah jelas. Kalau seseorang mendaftarkan diri, itu berarti ia menyetujui aturan yang berlaku sejak awal,” ujarnya.
Ia menilai kritik terhadap aturan sekolah yang sudah dijelaskan sejak proses pendaftaran sebagai bentuk inkonsistensi. “Tidak ada lembaga pendidikan yang memaksa. Kalau tidak setuju dengan aturan, maka memilih sekolah lain adalah opsi yang paling masuk akal,” kata Vicky.
Dari pihak GMKI Wilayah VIII, Vicky menegaskan bahwa kritik yang hanya diarahkan kepada SDH tanpa membandingkannya dengan konteks sekolah-sekolah lain adalah tidak adil dan berpotensi menimbulkan perpecahan. “Tindakan seperti ini tidak mencerminkan semangat toleransi. Kita harus bersikap objektif dan menjaga keberagaman yang selama ini sudah berjalan baik,” tambahnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa keberagaman model pendidikan merupakan bagian dari kekayaan bangsa. “Kami mengajak semua pihak memahami bahwa setiap sekolah memiliki dasar hukum dan aturan yang sah. Menghormati aturan tersebut adalah bentuk kedewasaan dalam hidup berbangsa,” tegasnya.
Vicky menutup pernyataannya dengan mengimbau publik agar tetap tenang dan tidak terprovokasi. “GMKI Wilayah VIII berdiri tegas menjaga kerukunan. Kritik boleh, tetapi jangan sampai merusak tatanan toleransi yang telah kita bangun bersama,” tutupnya.(*rls*)





