Dialog akhir tahun 2024 yang digelar KAHMI Sulsel tentang wacana Pilkada melalui DPRD. (Foto: Spedisia)

SPEDISIA | MAKASSAR – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyatakan dukungannya terhadap opsi pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD, dengan syarat utama bahwa sistem pemilihan legislatif (Pileg) juga harus dievaluasi secara menyeluruh.

Hal ini disampaikan Ketua KAHMI Sulsel, Ni’matullah, dalam dialog akhir tahun bertema “Dinamika Pilkada Tidak Langsung: Efisiensi atau Kepentingan Politik”, yang digelar di Makassar pada Sabtu (28/12/2024).

Menurut Ni’matullah, keberhasilan Pilkada melalui DPRD sangat bergantung pada kompetensi anggota dewan yang nantinya mewakili rakyat dalam memilih kepala daerah.

“Kalau sistem pemilihan anggota legislatif masih terbuka seperti sekarang, sulit mendapatkan pemimpin yang berkualitas, karena anggota DPRD yang memilihnya pun bisa jadi tidak kapabel,” ujar Ni’matullah.

Ia menegaskan bahwa jika sistem Pilkada diubah menjadi tidak langsung, maka sistem pemilihan legislatif juga harus disesuaikan.

Dorongan Sistem Pileg Proporsional Tertutup

Sebagai Ketua Partai Demokrat Sulsel, Ni’matullah menyarankan agar partai politik diberikan otonomi lebih besar dalam menentukan kader yang duduk di parlemen. Ia mengusulkan penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pileg, yang dinilai mampu mendorong lahirnya kader-kader berkualitas di DPRD.

“Dengan sistem ini, partai politik bisa memastikan hanya kader terbaik yang mewakili mereka di parlemen. Undang-undang partai politik juga perlu direvisi untuk mencegah praktik ‘politisi tawaf’,” tambahnya.

Ni’matullah menekankan bahwa kebijakan Pilkada melalui DPRD akan lebih akuntabel jika disertai evaluasi menyeluruh terhadap sistem Pileg. “Jika sepakat Pilkada dilakukan oleh DPRD, maka sistem Pileg harus ikut dievaluasi. Dengan itu, Pilkada akan lebih terjamin akuntabilitasnya,” tutupnya.

Tahapan Dimulai dari Kabupaten-Kota

Dalam diskusi tersebut, Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Hamid Paddu, menggarisbawahi pentingnya efisiensi dalam penyelenggaraan Pilkada. Ia menyarankan Pilkada langsung tetap diterapkan untuk pemilihan gubernur, sementara Pilkada di tingkat kabupaten/kota dilakukan melalui DPRD.

“Gubernur dipilih langsung karena memerlukan legitimasi rakyat yang lebih luas. Tapi di tingkat kabupaten/kota, representasi oleh DPRD sudah cukup,” jelas Hamid.

Ia juga menekankan pentingnya memperkuat DPRD untuk mencegah praktik vote buying. “Meski potensi vote buying tetap ada di DPRD, risikonya jauh lebih kecil dibandingkan Pilkada langsung,” tandas Hamid.

Dengan usulan ini, Pilkada melalui DPRD diharapkan dapat menjadi solusi efisien tanpa mengorbankan nilai-nilai demokrasi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar.