Oleh Shamsi Ali Al-Nuyorki*

Kita hidup di dunia yang terpecah belah karena banyak hal. Manusia terpecah karena ras, etnisitas, warna kulit, bahasa, budaya, dan agama. Setelah Revolusi Prancis, terbentuklah bangsa-bangsa di dunia, diikuti dengan terbentuknya berbagai faksi negara-negara. Dunia semakin terbelah dengan adanya organisasi regional seperti ASEAN, Uni Eropa, dan Uni Afrika. Bahkan, terbentuknya BRICS yang dikomandoi oleh Rusia dan China semakin mempertajam pembelahan manusia.

Di sinilah Islam sebagai agama “rahmatan lil-alamin” hadir untuk meringankan beban-beban manusia (wayadho’u anhum ishtahum). Islam harus menjadi jalan solusi dari ancaman yang terjadi dalam hubungan antar manusia yang harusnya semakin mengglobal dan interconnected.

Lalu, apa saja fondasi yang dibangun oleh Islam dalam membangun hubungan antar manusia? Berikut lima dasar Islam yang dijadikan acuan pokok:

Pertama, kemanusiaan yang tunggal. Islam mengajarkan bahwa pada esensinya, manusia itu satu (nafsu wahidah). Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran (Surah 4:1): “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu jiwa (nafs wahidah/one soul).” Kata “nafs wahidah” dimaknai sebagai “insaniah” atau kemanusiaan manusia.

Kedua, keluarga kemanusiaan universal. Islam mengajarkan bahwa manusia semua terlahir dari satu ayah (dzakar) dan satu ibu (untsa). Hal ini ditegaskan di Surah 49:13: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”

Ketiga, keragaman adalah bukti kebesaran dan kuasa Tuhan. Islam mengajarkan bahwa keragaman bukan sekedar “nilai sosial” yang perlu dirangkul dan dihormati, tapi keragaman adalah salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhan Pencipta alam semesta (Surah 30:22).

Keempat, dasar keadilan dan kesetaraan. Islam mengajarkan bahwa semua manusia memiliki hak dasar untuk diperlakukan secara adil, dan semua manusia dengan segala keragamannya memiliki kesetaraan. Dalam Islam kemuliaan seseorang hanya ditentukan oleh ketakwaannya (iman dan amal/karakter). Bukan ras, etnistas, kewarga negaraan, warna kulit, maupun budaya, bahkan (pengakuan) agama (Surah 49:13).

Kelima, hidup dalam kebersamaan (coexistence) dengan keamanan dan kesejahteraan. Islam mengajarkan bahwa hidup dalam kebersamaan adalah nilai mulia sebagai bukti keimanan dan keislaman seseorang. Hadits mengajarkan: “tidak beriman di antata kalian hingga tetangganya aman dari kekahatannya (bawaaiqah).”

Akhirnya, semua dasar-dasar utama hubungan antar manusia di atas telah dipersonifikasi oleh Rasulullah SAW dalam realita kehidupan. Kisah-kisah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshor, seperti Bilal bin Rabah dan Abdullah Ibnu Mubarak, adalah contoh nyata upaya Rasulullah membangun jiwa kesetaraan dan memerangi tendensi rasisme.

Pembentukan Kota Madinah sebagai negara pertama Komunitas Muslim adalah bukti nyata jika jantung Islam adalah kemanusiaan dan peradaban. Bahwa tujuan terutama pembentukan masyarakat dalam Islam adalah terbangunnya nilai-nilai sipil yang berbudaya (civilized) merangkul semua anggota masyarakat dengan segala latar belakang yang ada.

Barangkali memang masanya dunia Barat, termasuk Amerika, belajar dari Islam. Saya serius!

*Direktur Jamaica Muslim Center & Presiden Nusantara Foundation