Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

SPEDISIA.com | Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan dukungannya terhadap penguatan tata kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program unggulan pemerintah. Namun, perlu transparansi pengelolaan sehingga anggaran negara dipastikan tepat sasaran sesuai programnya.

Dalam forum diskusi daring bersama Transparency International Indonesia (TII), Ketua KPK Setyo Budiyanto menguraikan empat aspek krusial yang perlu dikawal untuk menjaga program ini tetap bersih, transparan, dan akuntabel.

“Pencegahan korupsi harus dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan program. MBG menyangkut anggaran besar dan jutaan penerima manfaat, maka sistemnya harus kuat sejak awal,” ujar Setyo, dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu (9/7/2025).

Empat Pilar Pengawasan Program MBG

Empat pilar itu pertama akuntabilitas anggaran. Setyo menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan anggaran besar yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

Ia mendorong pemanfaatan teknologi informasi agar publik dan pemangku kepentingan bisa memantau distribusi dan serapan anggaran secara real time.

Kedua, penguatan Sumber Daya Manusia (SDM). Banyaknya SDM yang terlibat, mulai dari pegawai BGN hingga vendor dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dinilai menjadi kekuatan sekaligus tantangan. “Rantai pelaksanaan ini harus saling bertanggung jawab, dan pengawasannya harus sistematis,” tegas Setyo.

Ketiga, pengawasan kualitas bahan baku. Kualitas makanan yang dikonsumsi anak-anak tidak boleh dikompromikan. Menurut Setyo, standar gizi, keamanan, dan tampilan makanan harus dikendalikan secara ketat agar tidak terjadi masalah kesehatan di lapangan.

Terakhir, kesiapan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur pendukung seperti SPBG (Satuan Pelayanan Bergizi Gratis) harus dipastikan tepat sasaran, fungsional, dan berkelanjutan.

“Semua proses harus melibatkan pengawasan dari masyarakat, LSM, media, dan pemangku kepentingan lain, tidak hanya BGN. Keterlibatan publik akan memperkuat akuntabilitas,” tambahnya.

KPK mencatat bahwa belum adanya regulasi khusus dan struktur kelembagaan yang kuat dapat membuka celah korupsi. Setyo menyarankan penyusunan Instruksi Presiden dan pembentukan kantor layanan MBG di tiap provinsi agar pengawasan menjadi lebih dekat dan responsif.

“Tanpa regulasi dan kelembagaan yang jelas, sulit memastikan penyaluran dan pelaksanaan berjalan optimal. Kita tidak bisa mengandalkan satu institusi saja,” pungkasnya.

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menekankan perlunya audit berkala agar program MBG terus disempurnakan. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara BGN dan BPOM dalam pengawasan kualitas dan keamanan pangan.

“Audit berkala bisa menjadi sumber pembelajaran. Pola bahan baku, distribusi, hingga pengolahan bisa diperbaiki jika dievaluasi rutin,” kata Netty.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengkritisi ketiadaan regulasi yang jelas antara BGN dan lembaga terkait seperti BPOM dan Kemenkes.

“Tanpa aturan dan standar layanan, koordinasi akan lemah. Bahkan, BPOM yang punya tupoksi keamanan pangan pun belum mendapat anggaran khusus untuk program ini. Ini rawan celah korupsi,” ujarnya.

Netty dan Agus sepakat bahwa kolaborasi antara BGN, BPOM, dan pemda harus diformalkan melalui MoU dan protokol kerja bersama, demi memastikan program MBG memenuhi standar mutu dan tidak menyimpang dari jalurnya.

“Tanpa komitmen kerja sama, pengawasan di lapangan akan mandek. Keterlibatan semua pihak, dari pusat hingga daerah, menjadi kunci keberhasilan program ini,” tutup Netty.

Program Makan Bergizi Gratis adalah investasi besar untuk masa depan Indonesia. Namun tanpa pengawasan kuat, regulasi jelas, dan kolaborasi lintas lembaga, program ini berpotensi gagal menyasar manfaatnya secara maksimal.

KPK berkomitmen untuk terus mengawal program ini demi masa depan generasi bangsa yang sehat dan bebas korupsi.(*)